Wajah Sosial di Jakarta Saat Corona

"Positif 1.235 orang, Meninggal 114 orang, Sembuh 64 orang." - corona

Sekarang ini kalimat update itu selalu mewarnai headline berita hari demi hari. Seakan dikepung teroris, kita manusia di berbagai negara pun berkurung diri dan menerapkan social distancing.

Hal ini berdampak banget dengan kehidupan sosial yg biasa kita lakukan dengan normal.

Yang tadinya demam biasa gak perlu ke RS, sekarang hangat biasa saja sudah langsung periksa ke RS, saking takutnya terkena corona.

Yang tadinya FLU dan demam dianggap biasa, SEKARANG, batuk kecil saja pun orang sudah curiga akan tertular. Tertular corona.

Lalu gimana perasaan orang yang dicurigai walau hanya batuk kecil?
Yang tadinya berteman dekat, namun menjadi renggang hanya karena corona?

Let's talk 'bout it!
Menurut pengalaman salah satu anak kosan Jakarta :
Ketika salah 1 temen kantor sempat mengalami gejala batuk, demam, flu. Kemudian sembuh. Tapi dia tetap dinyatakan PDP alias Pasien Dalam Pengawasan.

Mungkin status sosial dia gak masalah karena dia tinggal dengan keluarganya.
Namun temen kantornya yang lain yang ikut dicurigai "akan menularkan", apa kabar?

Salah satunya anak kos (sebut saja A) yang tinggal dengan beberapa anak kosan lainnya di dalam 1 rumah. Info bahwa temen kantornya yang  berstatus PDP ternyata sudah membuat resah seluruh anak kosan. Yang akhirnya membuat A buru-buru cek darah dan ronsen paru untuk memastikan statusnya. Hasil baik, paru bersih dan darah oke. Meskipun duit melayang, tapi A sudah tenang dengan hasilnya. Lantas apakah itu membuat anak kosan lainnya tenang? TIDAK.

Mereka masih menganggap si A bisa saja menularkan corona pada mereka, apalagi A batuk kecil meskipun tidak menunjukkan gejala lainnya.

Mereka TIDAK SADAR bahwa mereka pun berpeluang besar untuk menulari satu sama lain. Mengingat mereka bahkan tidak pernah cek ke RS.

Ironisnya, anak kos yang tadinya dekat dengan A, seakan menunjukkan sifat aslinya. Menjauh, bahkan menanyakan hasil ronsen pun tidak. Seakan A sudah pasti akan menularkan corona padanya. A coba memahami dan memposisikan dirinya sebagai anak kosan yang memiliki teman seperti dirinya (suspect corona). A pasti memilih untuk CARING, meskipun tetap menjaga jarak fisik, namun A akan tetap menjaga komunikasi bahkan memberi semangat pada teman yang mengalami hal itu, yang sudah pasti lebih panik dari lainnya. 

Kini A semakin sadar cerminan sosial yang selama ini dekat dengannya jauh dari kata SIMPATI dan EMPATI. A pun memutuskan untuk membuat lingkaran sosial yang baru dimana dia akan menjadi role model dalam menerapkan rasa simpati dan empati itu.

Melalui tulisan ini, seharusnya EMPHATY dan SIMPHATY antar sesama tetap menjadi hal yang harus di UTAMAKAN. Di saat titik terendah umat manusia seperti saat ini, kita diuji untuk menunjukkan ketulusan hati pada sesama. Bahkan ke hewan sekalipun. 

Mungkin ini diijinkan untuk menyadarkan umat manusia bahwa sifat tamak, rakus, acuh, egois dan segala hal buruknya HARUS DIMUSNAHKAN.

0 comments

Herimelda Hutagaol. Powered by Blogger.

Motivating and Caring Blog